Tanah longsor di
Jakarta
Daerah Khusus Ibukota
Jakarta mempunyai luas wilayah ± 650 km2 atau ± 65.000 termasuk wilayah daratan
Kepulauan Seribu yang tersebar di teluk Jakarta. Secara geografis wilayah DKI
Jakarta terletak antara 106 22’ 42" BT sampai 106 58’ 18" BT dan -5
19’ 12" LS sampai -6 23’ 54" LS.
Jakarta merupakan kota yang
dibangun di pesisir, khususnya area di utara Jakarta. Sehingga sebagian
tanahnya dari pasir, bukan dari jenis lempung. Tanah jenis ini jika ditambah
syarat lain, yaitu bersifat lepas (tidak padat) dan jenuh air, maka akan
berpotensi terkena likuifaksi atau suatu fenomena hilangnya kekuatan lapisan
tanah akibat beban getaran gempa. Pada peristiwa ini, lapisan tanah pasir
berubah menjadi cairan sehingga tidak mampu menopang beban bangunan di atasnya
dan mengakibatkan flow failure atau longsoran lereng tanah yang menimbulkan
kerusakan besar pada jalan yang berada di atas tebing, menyebabkan lateral
spread atau perpindahan menyamping pada permukaan datar dan menimbulkan
kerusakan pada bangunan dan jalan. Akibatnya tanah Jakarta cukup berpotensi
untuk ambles, longsor dan kehilangan daya dukung terhadap fondasi bangunan dan
infrastruktur di atasnya jika terjadi gempa dengan skala di atas 5 MW
(Magnitudo gempa) dan dengan kecepatan gempa permukaan di atas 0,1 gal (80 cm
per detik kuadrat). Tanah jenis pasir maupun kombinasi antar tanah berpasir
dengan tanah lumpur dan tanah liat memiliki kekuatan pikul tanah 0,50 s/d 5,00
Kg/cm2. . (sumber: Zakaria Zainal Abidin. 1992. ”Analisis Bangunan Menghitung
Anggaran Biaya Bangunan”. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta).
Penurunan permukaan tanah secara
signifikan di Jakarta semakin luas. Kondisi tersebut terjadi akibat kian
intensifnya pembangunan fisik yang disertai penyedotan air tanah secara tidak
terkendali. Naiknya permukaan laut sebagai dampak pemanasan global menyebabkan
wilayah Jakarta yang terendam rob atau genangan saat air laut pasang kian luas.
Penurunan permukaan tanah bervariasi, 2 sentimeter hingga lebih dari 12 cm
selama 10 tahun sejak 1997 hingga 2007. Sebagian besar kawasan barat hingga
utara Jakarta mengalami penurunan tanah antara 5 cm dan 12 cm. Adapun wilayah
tengah hingga timur penurunan tanahnya hingga 5 cm. Penurunan kawasan timur
laut hingga selatan berkisar 2-4 cm. Pada periode tahun 1982 hingga 1997
terjadi amblesan tanah di kawasan pusat Jakarta yang mencapai 60 cm hingga 80
cm. Karena merata, amblesan ini menjadi tidak terasa. Bila penurunan ini terus
berlanjut, "tenggelamnya" Jakarta sudah di depan mata.
Hampir seluruh wilayah Jakarta
rawan terhadap turun muka tanah yang dapat memicu terjadinya pelemahan pada
sistem struktur tanah dan akan berdampak pada daya dukung tanah itu sendiri
terhadap bangunan yang ada diatasnya. Amblesan merupakan bentuk hilangnya daya
dukung tanah terhadap bangunan yang ada diatasnya. Pantai utara Jakarta, baik
Jakarta Utara, Jakarta Timur bagian utara, Jakarta Barat bagian Utara dan
Jakarta Pusat bagian utara merupakan kawasan yang selama ini sudah menunjukan
kondisi kritis terkait dengan turunnya muka tanah. Beberapa kawasan yang laju
penurunan muka tananya sudah sangat mengkuatirkan di antaranya adalah Muara
Baru, Kelapa Gading, Marunda, Kemayoran, Pasar Ikan, Pluit, Ancol, Gunung
Sahari, Mangga Dua, Pantai Mutiara, Meruya, Sudirman-Thamrin, Klender, dan
masih banyak kawasan lain yang masih menunjukkan tren penurunan muka tanah yang
tinggi.
Permukaan tanah di DKI Jakarta kian
turun setiap tahunnya, diakibatkan tingginya laju ekstraksi air tanah dalam
yang sudah melewati batas. kondisi penurunan tanah akibat penggunaan air tanah
yang kelewat batas ini tidak hanya terjadi di Jakarta. Tapi di sejumlah kota di
beberapa negara juga terjadi seperti Mexico City hampir 80 tahun lalu dan di
Bangkok City 30 tahun lalu. Kota-kota besar di Jepang seperti Tokyo, Yokohama,
dan Osaka punya pengalaman yang sama. Penurunan permukaan tanah disebabkan oleh
4 hal, yaitu, sifat atau karakteristik geologi tanah di wilayah ibukota yang
merupakan lapisan akumulasi endapan (quarter) sedimen yang belum stabil (terus
mengalami proses konsolidasi) pada kawasan pantai yang berlansung ribuan tahun
lalu yang akhirnya membentuk wilayah delta (makanya Jakarta juga digolongkan
sebagai kota delta/delta city) menyebabkan penurunan permukaan tanah, karena
adanya beban statis (bangunan) dan dinamis (beban bergerak seperti kendaraan
bermotor) yang mempercepat terjadinya proses pemadatan lapisan tanah, karena
adanya gaya teknonis yang menyebabkan getaran dan pergerakan lapisan kulit
bumi/tanah yang juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan muka tanah dan akibat
sangat tingginya laju ekstraksi air tanah (khususnya air tanah dalam) yang
sudah melewati daya dukungnya (melebihi kemampuan pengisian kembali).
Penurunan permukaan tanah juga
menciptakan kawasan-kawasan cekung yang lebih cepat tergenang saat banjir. Pengendalian
banjir di Ibu Kota tidak akan pernah berhasil, karena begitu titik genangan
yang ada dihilangkan, dalam saat bersamaan titik genangan baru akan
bermunculan. Drainase yang didesain 30-40 tahun lalu sudah tidak memiliki
kemiringan (slope) yang normal lagi, karena pada banyak tempat sudah menekuk
(seperti patah) akibat terjadinya penurunan muka tanah sehingga tidak lagi bisa
mengalirkan air secara normal ke saluran pengumpul (jaringan makro drainase
yang juga sudah menjadi tempat pembuangan sampah dan akumulasi sedimen).
Penurunan permukaan tanah di sejumlah wilayah juga menurunkan badan jalan dan
saluran drainase sehingga retak-retak, rusak, dan menutupi saluran.
Untuk mengurangi laju penurunan
permukaan tanah Jakarta, penggunaan air bawah tanah harus dikurangi dan jika
bisa dihentikan secara total. Desalinasi bisa menjadi salah satu alternatif
solusi guna memenuhi kebutuhan akan air bersih bagi masyarakat.
Melakukan pembangunan tanggul laut di sepanjang bibir pantai
guna menahan air laut saat pasang. Tanggul pun harus rutin ditinggikan karena
permukaan tanah terus turun. Selain itu juga melakukan pembuatan sumur injeksi,
sumur resapan, lubang resapan biopori dan mempertahankan situ sebagai tampungan
air permukaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar